Jadi tema puisi diatas yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil” memiliki tema suatu keduan yang dikarenakan kegagalan cinta dari penyair dengan wanita yang dicintai. C. Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin 1) Struktur fisik Bahasa yang digunakan dalam puisi yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil” adalah
Karyamonumental seorang Chairil Anwar, Senja Di Pelabuhan Kecil adalah salah satunya. Berpuluh kali saya membaca dan menyimak puisi ini guna mencari letak kekuatan puitiknya, dan saya perbandingkan pula dengan analisis puisi dari banyak orang tentang puisi ini, namun sampai hari ini saya belum juga punya kesimpulan dimana letak kekuatan puitik
PEMBELAJARANAPRESIASI PUISIDI SEKOLAH MENENGAH ATASB. Rahmanto 1ABSTRAK Menghayati suatu puisi hanya mungkin terjadi jika kita menggaulinya secaralangsung. Fungsi guru dan apresiator menjadi penting sepanjang mereka hanya bertindaksebagai fasilitator. Namun, jika mereka berlagak mengajak untuk mengajar
Beberapa kata yang di gunakan mengandung makna kesedihan, kehampaan dan kehilangan. Hal tersebut menyiratkan bahwa saat puisi Senja di Pelabuhan Kecil di tulis,suasana hati Khairil Anwar dalam keadaan sedih. Hal ini ini elatarbelakangi terciptanya puisi Senja di Pelabuhan Kecil sebagai luapan rasa rindu serta kesedihannya atas kehilangan Sry Ajati.
. Chairil Anwar sosok pelopor puisi angkatan 45 yang khas dengan gaya bahasa tegas. Sumber Foto sastra puisi sudah menggema sejak angkatan Pujangga Lama hingga angkatan 1990-an. Karya-karya puisi yang tercipta bukan hanya sekedar baris kalimat tanpa arti. Lewat puisi inilah banyak seruan-seruan yang sungguh berarti, mulai melawan penjajah, mengkritik ketidakadilan, hingga soal kisah kasih. Untuk menjaga agar karya sastra puisi ini tetap eksis dan terus berkembang di Indonesia, salah satu caranya adalah dengan apresiasi sastra. Menurut Aminuddin dalam bukunya Pengantar Apresiasi Sastra, "Istilah apresiasi berasal dari bahsa Latin apreciatio yang berarti ―mengindahkan‖ atau menghargai." Dalam mengapresiasi karya puisi bukanlah suatu yang sulit, salah satu caranya dapat dengan mendalami struktur puisi. Berikut struktur batin yang terdapat dalam puisi Karya Chairil Anwar yang berjudul "Senja di Pelabuhan Kecil".Mengenal Isi Puisi "Senja di Pelabuhan Kecil""Senja Di Pelabuhan Kecil"Ini kali tidak ada yang mencari cintadi antara gudang, rumah tua, pada ceritatiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlautmenghembus diri dalam mempercaya mau berpautGerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elangmenyinggung muram, desir hari lari berenangmenemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerakdan kini tanah dan air tidur hilang ombakTiada lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harapsekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalandari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekapMendalami Struktur Batin PuisiTema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Dalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” tema yang diangkat oleh penulis, yaitu “Cinta Kasih”. Tema ini dipilih oleh penyair karena adanya desakan hati terhadap persoalan cinta yang dihadapinya. Tema “Cinta kasih” di sini tidak selalu diasosiasikan dengan kisah cinta yang indah dan bahagia, seperti halnya pada puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” cinta kasih tersebut lebih mengarah pada kehilangan dan bersifat menjiwai seluruh isi puisi. Dalam puisi tersebut penyair mengusung tema “Cinta Kasih” yang mengarah pada pada kehilangan dan bait pertama, penyair menggambarkan dilema cinta. Penyair dalam kondisi patah hati masih berharap bisa kembali pada kekasihnya. Hal ini tergambar pada kalimat berikut kali tidak ada yang mencari cintamenghembus diri dalam mempercaya mau berpautDalam bait kedua, penyair menggambarkan suasana hati yang semaik hampa. Selain itu, penyair semakin menyadari bahwa harapan dan kerinduannya untuk kembali pada kekasihnya semakin mustahil. Hal ini tergambar pada kalimat berikut mempercepat kelam. Ada juga kelepak elangdan kini tanah dan air tidur hilang ombakDalam bait ketiga, penyair menggambarkan situasi yang semakin jelas, dimana kehilangan itu semakin dirasakan oleh penyair. Selain itu juga, di bait ketiga pun menceritakan kehilangan dan kerinduan yang dialami penyair telah mengajarkan penyair untuk ikhlas walau perih dan sedih. Hal ini tergambar pada kalimat berikut lagi. Aku sendiri. Berjalansekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalandari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekapPerasaan adalah rasa yang ingin disampaikan penyair melalui puisinya Waluyo, 1987 134. Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Berikut perasaan penyair yang terdapat pada puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”.Puisi tersebut memiliki perasaan sedih karena penyair merasakan bahwa dirinya ditinggalkan oleh kekasihnya. Perasaan tersebut ditunjukkan pada kalimat1 “Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang”2 “Menyinggung muram, desir hari lari berenang”3 “Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak”Puisi tersebut memiliki perasaan putus asa yang ditunjukkan pada kalimat1 “Tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut”2 “Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan”3 “Menyisir semenanjung, masih pengap harap”Puisi tersebut memiliki perasaan berharap yang ditunjukkan pada kalimat1 “Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut”2 “Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak”3 “Menyisir semenanjung, masih pengap harap”Dengan perasaan sedih, putus asa, dan berharap, puisi tersebut menggambarkan kondisi dan suasana hati sang penyair ketika melalui kisah cintanya hingga ditinggalkan oleh kekasihnya. Perasaan-perasaan di atas adalah sudut pandang dari pembaca ketika merasakan apa yang dirasakan penyair dalam puisi merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sikap penyair terhadap pembaca pun bermacam-macam. Ada yang ingin menggurui, ada yang hanya sekedar sharing, menyindir, mengejek, menggurui, memberontak, serius, khusyuk, masa bodo, belas kasih dan sebagainya. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya Waluyo, 1987 125.Dalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” nada yang terkandung adalah nada bercerita sharing. Di dalam puisi tersebut, sikap penyair terhadap membaca lebih ingin menceritakan kisah patah hati yang dialaminya. Chairil Anwar ingin mengutarakan serta mengungkapkan eligan dari kegagalan cintanya yang menyebabkan hatinya merasa amat sedih dan terekam. Kegagalan paduan kasihnya itu menyebabkan seolah kehilangan segala-galanya. Hal tersebut terbukti melalui baris-baris puisi di bawah kali tidak ada yang mencari cintadi antara gudang, rumah tua, pada cerita............................................................................menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut............................................................................menyinggung muram, desir hari lari berenang......................................................................dan kini tanah dan air tidur hilang ombakTiada lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harap................................................................................dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekapDalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” suasana yang terkandung adalah suasana sedih dan kesepian yang mendalam. Suasana sedih dalam puisi tersebut dapat dilihat pada baris-baris puisi berikut kali tidak ada yang mencari cinta...................................................................tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlautmenghembus diri dalam mempercaya mau berpautGerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elangmenyinggung muram, desir hari lari berenang....................................................................dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.......................................................................................................................................sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalandari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekapSelain suasana sedih, suasana kesepian pun membalut isi puisi ini. Suasana kesepian dalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” dapat dirasakan pada baris-baris bait pertama dan bait ketiga berikut ini..............................................................di antara gudang, rumah tua, pada cerita...............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harap............................................................................................................................................................Amanat yang dapat kita petik dari puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” adalah belajar untuk bisa bangkit dari keterpurukan yang disebabkan oleh cinta. Kegagalan dalam sebuah hubungan cinta bukanlah akhir dari segalanya. Kegaglan tersebut perlu kita hayati dan renungkan secara baik untuk langkah baru yang perlu diperjuangkan. Dari kisah cinta yang padam dalam puisi tersebut, kita pun bisa belajar untuk ikhlas melepas orang yang kita apresiasi puisi, karya-karya puisi penyair Indonesia dapat semakin dikenal. Karya puisi angkatan Pujangga Lama, Pujangga Baru, Balai Pustaka angkatan 45, dan angkatan-angkatan berikutnya merupakan bukti jika sastra bukan hanya sekedar karya. Karya sastra puisi merupakan seruan-suruan yang penuh arti yang sudah menjadi sejarah. Puisi dan sejarahnya perlu kita jaga dan kita Johan Wahyudi, Pengajar Bahasa Indonesia, SMA Trinitas Bandung
SENJA DI PELABUHAN KECIL buat Sri Ajati Sebuah Senja untuk Sri Arjati foto Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap 1946 1. Analisis Diksi Pilihan kata dalam puisi ini terlihat biasa dan terkesan kata-kata yang digunakan dalam kesehariaannya. Tetapi arti katanya bukan arti yang sebenarnya. Walaupun dengan kata-kata yang biasa tapi Chairil memberikannya sebaagai kata-kata yang mengandung makna konotasi. Seperti kata gudang, rumah tua pada cerita, tiang serta temali. Bagi penyair gudang dan rumah tua dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna seperti dirinya yang dianggap tiada berguna lagi. Kata ”mempercaya mau berpaut” itu sebenarnya juga berarti harapan Chairil akan kekasihnya. Pilihan kata seperti kelam dan muram juga memberi kesan pada makna kesedihan yang dirasakan. Kata menemu bujuk pangkal akanan juga merupakan harapan penyair. Sedangkan kata tanah dan air yang tidur juga menyatakan suatu kebekuan. Chairil mampu mengolah pilihan katanya sebaik mungkin walaupun dengan bahasa percakapan tapi mampu menghadirkan makna yang dalam. Hanya ada satu kata yang tidak biasa diucapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu akanan. 2. Analisis Efoni dan Irama Chairil bukanlah penyair yang selalu terikat pada peratturan sehingga kadang-kadang dia tak pernah memperhatikan bunyi yang ada dalam puisinya. Baginya menulis puisi itu adalah suatu kebebasan. Meskipun demikian dalam puisi ini Chairil tetap memperhatikan bunyi walau tidak terlihat secara mencolok. Dalam puisi ini memang banyak efek kakafoninya sehingga tidak bisa dikatakan puisi merdu. Banyak bunyi yang mengandung k,p,t,s seperti kali, cinta, di antara, tua, cerita, tiang serta temali, kapal, perahu, mempercaya, berpaut, mempercepat, kelam, kelepak, pangkal, akanan, kini, tanah, tidur, tiada, aku sendiri, semenanjung, pengap, masih, sekali, tiba,sekalian, selamat, pantai, keempat, penghabisan, terdekap, dan bisa. Kata-kata itu menimbulkan efek kakafoni, meskipun terdapat rima, aliterasi dan asonansi. Seperti rima aabbccddefef , aliterasi tidak-bergerak, pengap-harap serta asonansi ini-kal dan, pada-cerita. Gabungan beberapa unsur bunyi yang terpola tersebut menimbulkan irama yang panjang, lembut dan rendah. Karena irama tersebut menggambarkan kasedihan yang ada pada puisi terbut. Karena irama sajak juga merupakan gambaran akan suasana puisi tersebut. 3. Analisis Penggunaan Bahasa Kiasan Ketidak berdayaan itu dibandingkan Chairil sebagai sebuah gudang, rumah tua, tiang, dsan temali yang tiada berguna. Harapannya kandas bagai kapal dan perahu yang tidak melaut karena mennghempaskan diri di pantai saja. Serta kebekuan hati bagai air dan tanah yang tidur dan tidak bergerak. Selain itu juga terdapat personifikasi pada rumah tua pada cerita, ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang, dan kini tanah dan air tidur hilang ombak dan sedu penghabisan bisa terdekap. Dari kata-kata itu penyair menghidupkan rumah tua yang seakan mampu becerita, dan menghidupkan juga kelepak elang yang mampu menyinggung perasaan orang yang sedang muram. Hari pun dikatakan penyair seakan berlari dan berenang menjauhi dia sehingga dia tidak bisa memutar balik waktu itu. Dia juga berusaha menidurkan tanar dan air sehingga merasa dalamlah kebekuan hati seseorang yang digambarkan. Semuanya ini menyebabkan hanya sendu yang bisa ia peluk bukan orangnya. Sinekdok terlihat pada kata tiang yang sebenarnya adalah rumah, kata kapal dan perahu yang berarti pelabuhan. Kalimat dan kini tanah dan air tidur hilang ombak juga merupakan ungkapan yang hiperbola karena melebih-lebihkan kedekuan hati sang gadis itu. Bahasa kiasan tersebut sebenarnya hanya ingin mengungkapkan makna yang lebih mendalam pada pembaca. 4. Citraan citran yang ada dalam puisi adalah penglihatan ’imagery. Yang mengisyaratkan bahwa pelabuhan kecil itu merupakan tempat perpisahanya. Seolah-olah puisi ini membawa pembaca dengan inderanya untuk melihat suasana pelabuhan yang kecil dan seakan-akan mati. Dengan khayalan yang sudah tergambar Chairil mencoba lagi membawa pembaca lewat puisinya ke dunianya tersebut agar bisa merasahan kesedihan yang dia rasakan. citraan penglihatan tersebut terlihat dari diantara gudang, rumah tua pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tidak berlaut Kalimat tersebut mengajak pembaca mendalami kesunyian yang ada dalam pelabuhan itu dengan melihat keadaan pelabuhan. Dan hal itu sesungguhnya gambaran dari kesunyian sang penyair juga. [disarikan dari berbagai sumber ]
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. AKU INI BINATANG JALANG adalah sebuah antologi puisi yang sajak-sajaknya dijadikan satu sejak tahun 1942 hingga 1949, dan tentunya sajak tersebut di tulis oleh pengarangnya sendiri, yaitu ialah Chairil Anwar. Karya dari Chairil Anwar sudah sangat melegenda hingga saat ini, terutama yang berjudul Aku Ini Binatang Jalang. Buku ini pertama kali dibukukan pada tahun 1986, saat ini bukunya merupakan cetakan ketiga puluh tiga pada November Anwar, lahir 26 Juli 1922 di Medan, meninggal 28 April 1949 di Jakarta. Chairil Anwar pernah berpendidikan di MULO singkatan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs sekolah yang didirikan oleh belanda, setingkat dengan SMP pada saat ini. Chairil Anwar, pernah mengenyam pendidikan di MULO Medan dan harus berpindah MULO di Jakarta karena mengikuti Ibunya, namun pendidikan Chairil di MULO harus terhenti dikelas dua lalu dia memutuskan untuk belajar sendiri. Meskipun Chairil hanya berhenti sampai kelas dua di MULO, tetapi Chairil Anwar memiliki banyak karya sastra salah satunya ialah Aku Ini Binatang Jalang dan puisi inilah yang menjadikan Chairil Anwar dijuluki sebagai Si Binatang Jalang. Chairil Anwar, dijuluki Si Binatang Jalang karena puisi Aku Ini Binatang Jalang dianggap terlalu individualistis dan berbau pemujaan pada diri sendiri. Chairil Anwar juga dijuluki sebagai pelopor angkatan 45 karena karya-karya dari Chairil Anwar memiliki pembaharuan yang telah mendobrak aturan-aturan kaku yang membatasi kebebasan julukan pelopor Angkatan 45 yang dimiliki oleh Chairil Anwar, membuat saya bernafsu untuk mengulik buku AKU INI BINATANG JALANG. Untuk mencari tahu seperti apa majas-majas yang ada pada puisi dalam buku kumpulan puisi buku kumpulan puisi yang berjudul AKU INI BINATANG JALANG banyak puisi yang ingin saya bahas, tetapi saya memilih satu dari sekian banyak puisi yang ada di dalam buku tersebut untuk saya bahas yaitu puisi yang berjudul “Senja Di Pelabuhan Kecil”. Saya memilih puisi tersebut untuk saya bahas karena puisi tersebut di buat dan di tujukan untuk Sri Ajati, orang yang ia tersebut menggambarkan kepedihan yang mendalam, karena itu lah saya memilih puisi ini. Karena pada puisi yang pada penulisannya melibatkan perasaan penulis pasti sangat banyak majas-majas yang di muat dalam puisi tersebut. Yang akan saya bahas dari puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” ini yakni tentang majas-majas yang terkandung di dalam puisi tersebut. Pada puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil terdapat” terdapat majas metafora, majas metafora sendiri adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Pada larik “di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali”, “Kapal, perahu tiada melaut” dan “tanah dan air tidur” Chairil Anwar menggunakan kata kiasan untuk memperdalam rasa duka dan pedih yang dia rasakan.“di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali” adalah gambaran dari ketidakberdayaan Chairil Anwar, berfokus pada “tiang serta temali” yang tidak berguna dalam “gudang yang berada di rumah tua”. Chairil Anwar menggambarkan bahwa harapannya kandas bagaikan “kapal, perahu” yang “tiada melaut” berdiam tak berguna di tepi pantai. Chairil Anwar menggambarkan kebekuan hati yang dirasakannya bagai “tanah dan air” yang “tidur” dan tidak juga majas personifikasi yaitu majas yang membandingkan benda-benda mati seperti memiliki sifat seperti manusia, ada beberapa larik dalam puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” yang memiliki majas personifikasi. “Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang”, “dan kini tanah dan air tidur hilang ombak”, “sedu penghabisan bisa terdekap” pada larik-larik inilah terdapat majas personifikasi. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Chairil Anwar Senja di Pelabuhan Kecil Ini kali tiada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sendu penghabisan bisa berdekap. Analisis Makna Ini kali tiada yang mencari cinta Di antara gudang, rumah tua, pada cerita Tiang serta temali. Kapal, perahu tiada Berlaut menghembus diri dalam Mempercaya mau berpaut Dalam bait pertama Chairil mencoba menuangkan perasaannya, bagaimana seorang kekasih tidak lagi bersamanya. Si “aku” dalam puisi ini merasakan kesendirian yang memilukan, semenjak ditinggalkan kekasinya. Semuanya memang terlewat, tetapi terlewat tanpa sesuatu yang perlu dikenang. Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang Menyinggung muram, desir hari lari berenang Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak Alam berjalan seperti biasanya, tetapi si “aku” dalam puisi ini tidak dapat merasakan apa-apa. Hanya kesendirian yang setia bersamanya. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan Menyusur semenanjung, masih pengap harap Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan Dari pantai keempat, sendu penghabisan bisa berdekap Dalam bait terakhir ini si ”aku” sudah mulai terbuka dengan kesendiriannya. Berjalan ke semenanjung, namun pikirannya selalu dalam kesendirian yang mencekam. Namun Si “Aku” masih berharap di akhir perjalanan, dia bisa menemukan kekasihnya dan mendekapnya Sigodang Pos. Sastra LainnyaAnalisis Makna Puisi Aku Chairil Anwar Pengertian Istilah Massa, Pop dan Kitsch Perkembangan Sastra Populer Indonesia
analisis puisi senja di pelabuhan kecil